Tidak dapat dielak, Universitas Brawijaya (UB) termasuk salah satunya. Berbagai kasus kekerasan seksual yang telah terjadi di lingkungan UB menimbulkan rasa was-was pada diri mahasiswa. Tidak terkecuali juga Fakultas Ilmu Komputer (FILKOM) yang baru-baru ini ramai terkait permasalahan kekerasan seksual
Beberapa laporan kekerasan seksual sudah terjadi di lingkungan FILKOM. Tidak hanya kekerasan secara fisik, namun kejahatan seksual dalam bentuk verbal juga tidak kalah banyaknya. Pelakunya pun bukan hanya orang asing, bahkan teman dekat juga bisa melakukan tindak kekerasan seksual.
Dandy Ramadhany, Presiden BEM FILKOM 2022 menjelaskan perilaku seperti memegang pundak atau yang lain mungkin sudah dianggap kebiasaan normal oleh sebagian orang. Tapi, apabila korban merasa tidak nyaman dan yang dipegang adalah bagian sensitif maka hal tersebut termasuk kekerasan seksual.
Berbagai upaya sudah dilakukan untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual di lingkungan FILKOM. Hal ini terlihat dari adanya Unit Layanan Terpadu Kekerasan Seksual dan Perundungan (ULTKSP) yang juga bekerja sama dengan BEM FILKOM untuk membentuk program Saling Jaga Warga FILKOM (SJW FILKOM). Program ini memiliki fungsi untuk memberikan sosialisasi terkait tindak KSP di lingkungan FILKOM serta melakukan pendampingan kepada korban KSP. Adanya pakta integritas yang ditandatangani oleh seluruh perwakilan lembaga dan komunitas di FILKOM juga menunjukkan bentuk penolakan tindak kekerasan seksual di lingkungan FILKOM.
“Pakta integritas itu sudah seperti janji sendiri yang mana salah satu poinnya berbunyi ‘apabila ditemukan pelaku merupakan fungsionaris dari salah satu organisasi mahasiswa, maka akan diberhentikan dengan tidak terhormat’, jadi memang harus dilakukan, ” jelas Dandy, Senin (2/1/2023).
Foto dalam ruangan Unit Layanan Terpadu Kekerasan Seksual dan Perundungan (ULTKSP) FILKOM.
Bagi yang belum mengerti Unit Layanan Terpadu Kekerasan Seksual dan Perundungan (ULTKSP) yaitu sistem pelayanan dan penindakan yang dilakukan secara koordinatif dan terintegrasi oleh pihak fakultas. Merupakan tempat pelayanan bagi Mahasiswa FILKOM untuk memberikan layanan informasi yang dibutuhkan termasuk menerima dan mendokumentasikan laporan dugaan kekerasan seksual dan perundungan. Ruangan ULTKSP berada di Gedung A 1.6 FILKOM sebelah timur Edutech Garden.
Kekerasan seksual disini diartikan perbuatan menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, atau bertentangan dengan kehendak seseorang serta dalam kondisi seseorang itu serta tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual yang dilakukan oleh dan/atau terhadap Mahasiswa FILKOM dalam melaksanakan kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, serta kegiatan lain yang berada di bawah tanggung jawab FILKOM.
Sedangkan untuk perundungan (bullying) adalah sebuah kegiatan penyalahgunaan kekuasaan atau ‘kekuatan’ yang bertujuan untuk menyakiti orang lain baik dalam bentuk fisik, psikis atau perkataan sehingga sang korban seringnya akan merasakan sakit, depresi atau terjebak dalam keputusasaan. Biasanya, pelaku adalah orang yang merasa mempunyai posisi yang lebih tinggi atau lebih ‘kuat’ dari sang korban.
Ruangan ULTKSP dibuat agar mahasiswa dapat lebih nyaman menyampaikan keluh kesah dan permasalahannya
Perlu diketahui juga, sebenarnya sudah banyak peraturan mengenai norma akademik, termasuk perihal kekerasan seksual dan perundungan. Edy Santoso, S.Si., M.Kom, selaku Ketua ULTKSP FILKOM menyebutkan di Peraturan Dekan, Peraturan Rektor, bahkan Undang-Undang sudah mengatur bagaimana berperilaku yang baik di lingkungan Universitas. Hanya saja memang banyak yang belum mengetahui dan memahami peraturan tersebut.
Peraturan-peraturan tersebut tidak hanya mengatur norma akademik atau kode etik mahasiswa, tetapi juga terdapat kode etik dosen dan tenaga pendidik. Jadi, siapapun yang melanggar kode etik tersebut tentunya berhak mendapatkan tindakan yang seharusnya. Termasuk jika pelanggarannya dalam bentuk kekerasan seksual.Edy juga menambahkan bahwa FILKOM hendak membentuk komisi etik yang berasal dari Senat Akademik Fakultas (SAF).
“Saat ini pengajuan Peraturan Dekan terkait pembentukan komisi etik sudah sampai tahap pengecekan pada Hukum dan Tata Laksana Rektorat. Semoga secepatnya komisi etik ini dapat terbentuk sehingga apabila terjadi kasus dapat dilihat dari dua sisi, ” terangnya
Meskipun belum ada komisi etik, saat ini ULTKSP juga bisa menjadi penghubung dengan pihak dekanat apabila terjadi kasus KSP. Karena bagaimanapun yang berhak memberikan sanksi adalah Dekan. Sanksi yang ada tingkatannya berbeda-beda. Mulai dari teguran lisan, teguran tertulis, skorsing mata kuliah tertentu, skorsing satu semester, hingga dikeluarkan dari universitas.
Dengan adanya berbagai penunjang, peraturan, hingga sanksi ini diharapkan lingkungan FILKOM dapat benar-benar bersih dari kasus kekerasan seksual dan perundungan. Tentunya hal ini juga perlu dukungan dari stakeholder terkait. Hindari perilaku yang mengarah pada kekerasan seksual dan jangan takut untuk melaporkan tindak kejahatan seksual yang terjadi. (RHM/DRN/Humas UB)
Info mengenai pelaporan kepada ULTKSP FILKOM dapat dilihat melalui tautan berikut : https://filkom.ub.ac.id/kemahasiswaan/layanan-ultksp/